Bincang Buku BELENGGU karya Armijn Pane.
Diskusi kamisan FLP Bandung 22 Desember 2011, mengangkat novel tahun 45, yakni Belenggu. Sebelum agenda kamisan, membaca buku Belenggu tersebut dan dibahas banyak oleh Nurul Maria Sisilia, Irez dan T’Dewi.
Cerita besar dalam novel ini yakni mengenai perselingkuhan. Pada zamannya—terbit pada angkatan 45, tentu menjadi hal yang tabu dan aneh mengangkat tema perselingkuhan. Tokoh dalam novel Belenggu yakni ada Tono, Tini dan Yah.
Dalam psiko analisis (kajian kejiwaan tokoh-tokoh dalam cerita), Tono adalah sosok yang sibuk dengan pekerjaannya sebagai dokter, kritis dan filosofis. Mengangkat hal feminisme (kesetaraan gender dengan laki-laki), Nampak dalam tokoh Tini yang sibuk dengan komite perempuan yang diikutinya, dan merasa bahwa perempuan tidak sepantasnya terkungkung hanya di rumah.
Sedangkan Yah seorang pelacur dan teman kecil Tono. Saat Tini penasaran ingin bertemu dengan Yah, lalu Tini menjadi berbenah diri. Mungkin ia bukan istri yang baik. Ia seakan melupakan kewajibannya sebagai seorang istri. Alhasil ia pergi. Meski sempat dilarang, namun ia pergi juga.
Yah pun begitu, ia pun pergi. Meski sebenarnya Tini sudah meridhoi hubungan Tono dan Yah. Pada akhirnya Tono menekuni pekerjaannya sebagai dokter.
Dalam novel ini, hal seperti religiusitas tidak dibahas sedikit pun, padahal Hamka menulis Dalam Lindungan Ka’bah pada sebelum zaman 45. Dalam novel ini, hal seperti budaya atau setting juga tidak dibahas. Setting terlihat jelas dengan sebutan “Di sebuah kota besar” saja, bisa jadi Jakarta. Berbeda dengan novel Ronggeng Dukuh Paruk dalam mengungkap setting yang sangat kuat lokalitasnya.
Makna yang bersayap ada pada ending yang menggantung. Sebagian besar kawan dalam diskusi kamisan FLP Bandung menangkap bahwa Yah menjadi gila. (Sri Al)
No comments:
Post a Comment