02 October 2011

SASTRA PROFETIK : DALAM BUKA BERSAMA FLP BANDUNG 2011



Alhamdulillah buka bersama (Ifthar jama’i) FLP Bandung, sabtu 6 Agustus 2011 dihadiri berbagai generasi dan mengundang Soni Farid Maulana membicarakan Sastra Profetik dan akhirnya membincangkan komunitas FLP di kediaman T’Uci.

Awalnya pertumbuhan sastra modern dikuatkan oleh 3 ideologi yaitu media Kristen, media islam dan media abangan. Sastra Indonesia sejak tahun 1950-1960an memiliki dua ideologi, yang pertama Lekra dengan ideologi komunis dan yang kedua,  Manekebu dengan ideologi nasionalis.

Adapun Lesbumi yang berbasis Islam salahsatunya Asrul Sani. Perkembangan sastra mengalami stagnasi, sampai akhirnya mulai terbit HORISON di tahun 1970-an yang didirikan oleh Mochtar Lubis dan Taufik Ismail ideologi yang diusungnya sendiri adalah humanisme.

Sastra lama dominan mengusung lokalitas, sampai akhirnya di tahun 70-80 an, gegap gempita sufisme, yakni gerakan sastra bukan ideologi. Kuntowijoyo menyatakan bahwa akar Islam adalah Islam. Sufi dan sastrawan yang terkenal yakni Jalaludin Rumi.

Kuntowijoyo berbasis Al Qur’an, sunnah nabi dan nilai-nilai islami. Pertanyaannya, adakah media khusus untuk sastra profetik?

FLP sebagai organisasi yang mengusung sastra yang mencerahkan saat ini sepertinya memiliki media tersedia untuk anggota-anggotanya yang sudah tersebar di tanah air bahkan sampai ke luar negeri.

Maka setiap penulis wajib memiliki ‘gaya pengucapan’ dan terus memproduksi sesuatu. Apalagi sebuah kesempatan yang luar biasa karena di Bandung memiliki banyak penerbitan.

Pak Soni juga mengusulkan agar FLP bisa masuk ke sekolah dengan rancangan FLP Goes to School seperti acara “Sastrawan Berbicara, Siswa Bertanya” sedangkan Bang Aswi memberi saran untuk dapat fokus di fiksi anak, seperti ada forum penulis bacaan anak yakni Princes Aura, dsb.

Kamisan lalu, 4 Agustus 2011 pun dibahas Sastra Profetik oleh Topik Mulyana, diberikan 2 puisi terkait Sastra Profetik yang ditulis Kuntowijoyo yakni dalam kumpulan puisi “Isyarat” yakni “Pabrik” dan “Laut.” Acara pun ditutup dengan berbuka puasa. 


BEDAH BUKU FLP BANDUNG “MELEPAS DAHAGA DENGAN CAWAN TUA”

Kamisan FLP Bandung, 22 September 2011 tampak berbeda dari biasanya. Saban kamis sore berdiskusi di Selasar Salman ITB. Kali ini kamisan diselenggarakan di GSS-B Salman ITB. Peserta yang hadir pun beragam, 35 orang memenuhi ruang.

Bedah buku kumpulan cerpen Topik Mulyana berjudul “Melepas Dahaga dengan Cawan Tua” yang dimulai sejak pukul 16.00 dibuka dengan gelaran musikalisasi puisi dari Ananda Putri Bumi “Di Bawah Sinar Bulan”, puisi Topik Mulyana dan Adew Habtsa. Alunan gitar Adew Habtsa dibawakan apik bersama harmonika dari Hendra Veejay sungguh indah.

Pemakalah satu dibawakan oleh Sri Al Hidayati, dapat diklik disini. Kemudian pemakalah dua dibawakan oleh Wildan Nugraha, yang dimoderatori oleh Aufa Arham.

Usai tanya jawab, berikutnya giliran penulis yang memaparkan proses kreatifnya. Topik Mulyana melakukan proses kreatif atas apa yang ia alami, ia rasakan, ia lihat dan dengar. Ungkap Topik, bahwa ia cukup kesal dengan pihak-pihak yang mengatasnamakan Islam namun menghancurkan dengan image yang buruk dan dengan brutal, Nabi Muhammad Saw. saja perlu waktu bertahun-tahun untuk menghancurkan berhala yang dalam Ka’bah justru setelah mereka meyakini dengan menyembah berhala tidak ada gunanya, dan setelah proses tarbiyah yang panjang.

Selain itu kehidupan yang hedonis tidak sadar telah merusak kehidupan keseharian kita dan tulisan yang Topik ungkap dalam bukunya ini, secara langsung menawarkan satu tema mengusung sastra profetik, sekaligus berkaca dari sejarah masa lalu, yakni zaman kenabian yang dikemas cantik dan terasa menyegarkan karena bentuk cerita terasa kontekstual atau kekinian. []